BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Indonesia sedang berada ditengah masa transformasi dalam
hubungan antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang menurut
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 hanya merupakan kepanjangan tangan pusat dan
di daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
telah dibuka saluran baru bagi pemerintah provinsi dankabupaten untukmengambil
tanggungjawabyang lebih besar dalam pelayanan umumkepada masyarakat setempat,
untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.
Penyesuaian kewenangan dan fungsi penyedian pelayanan antara
pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sudah memuat tujuan politis,
maupun teknis.Secara politis, desentralisasi kewenangan pada masing-masing
daerah menjadi perwujudan dari tuntutan reformasi yang disuarakan mahasisawa
yang turun ke jalan berdemonstran pada bulan Mei tahun 1998 menuntut agar yang
berkuasa pada saat itu turun tahta.Mahasiswa berhasil menggulingkan pemerintah
dan akhirnya Wakil Presiden B.J. Habibie mendapatkan mandat untuk melanjutkan
pemerintahan.
Untuk menjamin proses desenralisasi berlangsung dan
berkesinambungan, pada prinsipnya acuan dasar dari otonomi daerah telah
diwujudkan melalui Undang-Undang Nomor22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1999.
Dalam acuan dasar tersebut setiap daerah harus membentuk
suatu paket otonomi yang konsisten dengan kapasitas dan kebutuhannya. Dalam
Negara yang majemuk seperti Indonesia misalnyai Kabupaten Paser belumtentu sama
ukuran dengan kabupaten/kota lainnya. Penyusunanpaket otonomi dalam
perancangannya. Dalam proses ini komunitas-komunitas lokal perlu dilibatkan
pemerintah kabupaten Paser dan DPRD untuk menjamin proses desentralisasi secara
lebih baik dan bertanggungjawab, di mana mereka sebagai salah satu stakeholder
yang memiliki kepentingan mendalam untuk mensukseskan otonomi daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.
PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.Sedangkan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pemerintah daerah dengan otonomi adalah proses peralihan
dari sistem sentralisasi ke sistem desntralisasi. Otonomi adalah penyerahan urusan
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang bersifat operasional dalam
rangka birokrasi pemerintahan.Tujuan otonomi adalah mencapai efisiensi dan
efektivitas dalam pelayanan kepada masyarakat.
Tujuan yang hendak dicapai dalam penyerahan urusan ini
adalah anatara lain; menumbuhkembangkan daerah dalam berbagai bidang,
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, menumbuhkan kemandirian daerah, dan
nmeningkatkan daya saing daerah dalam proses pertumbuhan.
Sejalan dengan penyerahanurusan, apabila urusan tersebut
akan menjadi beban daerah, maka akan dilaksanakan. Proses dari
sentralisasi ke desentarlisasi ini pada dasarnya tidak semata-mata
desentaralisasadministratif, tetapi juga bidang politik dan sosial
budaya.
Dengan demikian, dampak pemberian otonomi ini tidak hanya
terjadi pada organisasi /administrasi lembaga pemerintahan daerah saja, akan
tetapi berlaku juga pada masyarakat(publik), badan atau lembaga swasta dalam
berbagai bidang.
Dengan otonomi daerah ini terbuak kesempatan bagi pemerintah
daerah secara langsung membangun kemitraan dengan public dan pihak swasta
daerah yang bersangkutan dalam berbagai bidang pula.
a. Konsep
Pelaksanaan
Otonomi
Daerah
Inti dari konsep pelaksanaan otonomi daerah, adalah
upaya memaksimalkan hasil yang akan dicapai sekaligus menghindari
kerumitan dan hal-hal yang menghambat pelaksanaan otonomi daerah. Dengan
demikian tuntutan masyarakat dapat diwujudkan secara nyata dengan penerapan
otonomi daerah luas dan kelangsungan pelayanan umum tidak diabaikan, serta
memelihara kesinambungan fiskal secara nasional.
b.
Percepatan Otonomi Daerah
Percepatan pelaksanaan otonomi daerah sebagai implementasi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah dan Undang-Undang
Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
daerah yang telah bergulir di daerah. Banyak harapan yang dimungkinkan dari
penerapan otonomi daerah, seiring dengan itu tidak sedikit pula masalah,
tantangan, dan kendala yang dihadapi oleh daerah.Otonomi daerah ini merupakan
fenomena politis yang sangat dibutuhkandalam era globalsasidan demokrasi, apalagi jika dikaitkan
dengan tantangan masa depan memasuki era perdagangan bebas
yang antara lain ditandai dengan tumbuhnya berbagai bentuk kerja sama regional,
perubahan pola atau sistem informasi global.
Melalui otonomi daerah diharapkan daerah akan lebih mandiri
dalam menentukan seluruh kegiatannya dan pemerintah pusat diharapkan tidak
terlalu aktif mengatur daerah. Pemerintahan daerah diharapkan mampu memainkan
perannya dalam membuka peluang memajukan daerah dengan melakukan indentifikasi
potensi sumber-sumber pendapatannya dan maupun menetapkan belanja daerah secara
ekonomi yang wajar, efisien, efektif, termasuk kemampuan perangkat daerah
meningkatkan kinerja, mempertanggungjawabkan kepada pemerintah atasannya maupun
kepada publik/masyarakat.
Perkembangan situasi yang terjadi, perubahan sistem
pemerintahan berupa penerapan otonomi daerah yang telah digulirkan pada tanggal
1 januari 2001, serta reorganisasi institusi pemerintahan, mengharuskan
pemerintah pusat menyelaraskan semua kegiatan pemerintah sesuai dengan
perkembangan di lapangan ( daerah ), dengan kapasitas daerah meliputi kapasitas
induvidu, kelembagaan, dan sistem yang telah dimiliki daerah.
c.
Kebijaksanaan dan Strategi Otonomi Daerah
Pembangunan daerah sebagi bagian integral dari pembangunan
nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah
otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan
kepentingan masyarakat prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat dan
pertanggungjawaban kepada masyarakat.
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan
kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab di daerah secara
proporsional dan berkeadilan, jauh dari praktik korupsi,kolusi, dan nepotisme
serta adanya perimbangan antara keuangan pemerintah pusat dan daerah.
2.
OTONOMI PENDIDIKAN
Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah, memberi dampak
terhadap pelaksanaan pada manaemen pendidikan yaitu member ruang gerak
yang lebih luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi
kompetisi dalam era kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan
mandiri. Kebijakan desentralisasi akan berpegang secara signifikan dengan
pembangunan pendidikan. Setidaknya ada empat dampak positif untuk mendukung
kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu:
1. Peningkatan mutu, yaitu dengan
kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan
memberdayakan sumber daya yang dimiliki.
2. Efisiensi keuangan hal ini dapat
dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak local dan mengurangi biaya
operasional.
3. Efisiensi administrasidengan
memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang
bertingkat-tingkat.
4. Perluasaan dan pemerataan, membuka
peluang penyelenggaaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi
perluasandan pemerataan pendidikan.
Perlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan
diperkuatnya landasan dasar pendidikan yang demokratis, transparan, efesien,
dan melibatkan partisipasi masyarakat daerah.Muctar Buchori (2001) Pendidikan
merupakan factor penentu keberhasilan pembangunan manusia, pengembang
pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan.
Desentaralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga
tingkatan, yaitu dekonstrasi, delegasi, dan devolusi ( Fiorestal 1997).
Dekonstrasi adalah proses pelimpahan sebagaian kewenangan
kepada pemerintah atau lembaga yang lebih rendah dengan supervise dari
pusat.Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahankekuasaan penuh sehingga
tidak lagi memerlukan supevisi dari pemerintah pusat. Sememntara delegasi
mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang penuh sehingga tidak lagi
memerlukan supervise darp pemerintah pusat. Pada tingkat devolusi di bidang
pendidikan terjadi apabila memenuhi empat cirri, yaitu: (1) terpisahnya
peraturan perundangan yang mengatur pendidikan daerah dan pusat; (2) kebebasan
lembaga daerah dalam mengelola pendidikan; (3) lepas dari supervisi hirarkis
pusat; (4) kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan.
Berdasarkan ciri-ciri tersebut, proses desentralisasi pendidikan di Indonesia
berdasarkan UUNo. 22 Tahun 1999, lebih menjurus kepada yang pertaruan
pelaksanaannya tertuang pada Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000,
seluruh urusan pendidikan dengan jelas menjadi kewenagan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota, kecuali Pendidkan Tinggi. Kewenangan Pemerintah Pusat hanya
menetapkan stadar minimal, baik dalam peersyaratan calon peserta didik,
kompetensi peserta didik, kurikulum nasional, penilaian hasil belajar, materi
pelajaran pokok, pedoman pembiayaan pendidikan dan melaksanakan fasilitas.
Dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah (nature)
pendidikan adalah otonom.Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan
seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga tujuan pendidikan
mempunyai tujuan untuk member suatu otonomi dalam mewujudkan fungsimanaemen
pendidikan kelemagaan.
Namun sejak dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternyata
pelasaksanaanya belum berjalan sebagai
mana diharapkan, justru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah yaitu
mahalnya biaya pendidika. Sedangkan, pengertian otonomi pendidikan sesungguhnya
terkandung makna demokrasi dan keadilan social, artinya pendidikan dilakuakan
secara demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan
pendidikan diperuntuhkan bagi kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-cita
bangsa dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
a.
Konsep Otonomi Pendidikan
Pengertian otonomi dalam konteks desentralisasi pendidikan,
menurut Tilaar mencakup enam aspek, Yakni:
1.
Pengaturan perimbangan kewenagan pusat
dan daerah
2.
Manajemen partisipasi masyarakt
dalam pendidikan.
3.
Penguatan kapasitas manajemen
pemerintah daerah.
4.
Pemberdayaan bersama sumber daya
pendidikan.
5.
Hubungan kemitraan stakeholders
pendidikan.
6.
Pengembangan infrastruktur sosial.
Otonomi pendidikan menurut Undang-Undang Sistem pendidikan
Nasional Nomor 20 Tahun 2003 adalah terungkap pada Hak dan Kewajiban Wawrga
Negara, Orang tua, Masyaratkat dan Pemerintah.
Pada bagian ketiga Hak dan Kewajiban Pasal 8 disebutkan
bahwa “ Masyarakat berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan,
pengawasan, dan evaluasi program pendidikan; pasal 9 Masyarakat berkewajiban
memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan”.
Begitu juga pada bagian keempat Hak dan kewajiban Pemerintah
dan Pemerintah daerah, pasal 11 ayat (2) “ Pemerintah dan Pemerintah Daerah
wajib menjamin terjamin terdeianya dan aguna terselenggaranya pendidikan bagi
setia warga Negara yang berusia tujuh sampailima belas tahun”. Khusus ketentuan
bagi perguruan Tinggi pasal 24 ayat (2) Perguruan tinggi memiliki otonomi untuk
mengelola sendiri lembaganaya sebagai pusat penyelenggaraan pendidikan tinggi,
penelitian ilmiah, dan pengabdian kepada masyarakat”.
Dari penejelasan di atas, dapat disipulkan bahwa konsep
otonomi pendidikan mengandung pengertian yang luas mencakup filosofi, tujuan,
format dan isi pendidikanserta manajemen pendidikan itu sendiri. Implikasinya
adalah setiap daerah otonomi harus memiliki visi dan misi pendidikan yang jelas
dan jauh ke depan dengan melakukan pengkajian yang mendalam dan meluas tentang
trend perkembangan penduduk dan masyarakat untuk memperoleh knonstruk
masyarakat di masa depan dan tindaklanjunya, merancang sistem pendidikan yang
sesuai dengan karakteristik budaya bangsa Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika
dalam perspektif tahun 2020. Kemandirian daerah itu harus diawali dengan
evaluasi diri, melakukan analisis factor internal dan eksternal daearah guna
mendapat suatu gambaran nyata tentang kondisi daerah sehingga dapat disusun
suatu strategi yang matang dan mantap dalam upaya mengangkat harkat dan
martabat daerah yang berbudaya dan daya saing tinggimelalui otonomi pendidikan
yang bermutu daan produktif.
b.
Permasalahan dalam
Pelaksanaan Otonomi Pendidikan
Pelaksanaan desentralisasi pendidikan atau disebut Otonomi
Pendidikan maish belum sepenuhnya berjalan sesuatu dengan yang diharapkan,
disebabkan karena kekurangansiapa pranata sosial, politik dan ekonomi. Otonomi
pendidikan akan member efek terhadap kurikulum, efisiensi administrasi,
pendapatan dan biaya pendidikan serta pemerataannya.
Ada enam faktor yang menyebabkan pelaksanaan otonomi pendidikan belum
jalan, yaitu :
1.
Belum jelas aturan permainan tentang
dan tata kerja di tingkat Kabupaten dan kota.
2.
Pengelolaan sektor publik termasuk
pengelolaan pendidikan yang belum siap untuk dilaksanakan secara secara otonom
karena SDM yang terbatas serta fasilitas yang tidak memadai.
3.
Dana pendidikan dan APBD belum memadai.
4.
Kurangnya perhatian pemerintah
maupun pemerintah daerah untuk melibatkan masyarakat dalam pengelolaan
pendidikan.
5.
Otoritas dalam pimpinan dalam hal
ini Bupati, Walikota sebagai penguasa tunggal di daerah kurang memperhatikan dengan
sungguh kondisi pendidikan di daerahnya sehingga anggaran pendidikan belum
menjadi prioriotas utama.
6.
Kondisi dan setiap daerah tidak
memiliki kekuatan yang sama dalam penyelenggaraan pendidikan disebabkan
perbedaan sarana, prasarana, dan dana yang dimiliki. Hal ini mengakibatkan akan
terjadinya kesenjangan antar daerah, sehingga pemerintah membuat aturan dalam
penentuan standar mutu pendidikannasional denganmemperhatikan kondisi
perkembangan kemandirian masing-masing daerah.
c.
Pelaksanaan Otonomi Daerah dalam Dunia Pendidikan
Otonomi pendidikan yang benar harus bersifat accountable,
artinya kebijakan pendidikan yang diambil harus selalu dipertanggungjawakan
kepada publik, karena sekolah didirikan merupakan institusi publik atau lembaga
yang melayanikebutuhan masyarakat. Otonomi tanpa disertai dengan
akuntabilitas publik bisa menjurus menjadi tindak yang sewenang-wenang.
Berangkat dan ide otonomi pendidikan muncul beberapa konsep
sebagai solusi dalam menghadapi kendala dalam pelaksanaan otonomi pendidikan,
yaitu:
1.
Meningkatkan Manajemen Pendidikan
Sekolah
Menurut Wardiman Djajonegoro (1995) bahwa kualitas
pendidikan dapat ditinjau dan segi proses dan produk. Pendidikan disebut
berkualitas dan segi proses jika prosesbelajar mengajarberlangsung secara
efektif, peserta didik mengalami pembelajaran yang bermakna. Pendidikan disebut
berkualitas dan segi produk jika mempunyai salah satu cirri-ciri sebagai
berikut: a) peserta didik menunjukkan penguasaan yang tinggi terhadap tugas-tugas
belajar (learning task) yang harus dikuasai dengan tujuan dan sasaran
pendidikan, diantaranya hasil belajar akademik yang dinyatakan dalam prestasi
belajar; b) hasil pendidikansesuai dengan kebutuhan peserta
didik dunia kerja.
Menghadapi kondisi in maka dilakukan pemantapan manajeme
pendidikan yang bertumpu pada kompetensi guru dan kesejahteraannya. Menurut
Penelitian Simmons dan Alexander (1980) bahwa ada tiga factor untuk
meningkatkan mutu pendidikan, yaitu motivasi guru, buku pelajaran dan buku
bacaan serta pekerjaan rumah. Danhasil penelitian ini tampak dengan jelas bahwa
akhir penentu dalam meningkatkan mutu pendidikan tidak bergantinya kurikulum,
kemampuam manajemen dan kebijakan di tingkat pusat atau pemerintah daerah,
tetapi lebih kepada faktor-faktor internal di sekolah, yaitu peranan guru,
fasilitas pendidikan dan pemanfaatannya.Kepala sekolah sebagai topmanajemen
harus mampu memberdayakan semua unit yang dimiliki untuk dapat mengelola semua
infrastruktur yang ada demi pencapaian kerja yang maksimal.
Selain itu, untuk dapat meningkatkan otonomi manajemen
sekolah yang mendukung peningkatan mutu pendidikan. Pimpinana sekolah harus
memiliki kemampuanuntuk melibatkan partisipasi dan komitmen dan orangtua dan
anggota masyarakat sekitar sekolah untuk merumuskan dan mewujudkan visis dan
misi dan peningkata mutu pendidikan secara bersama-sama; salah satu tujuan UU
No. 20 Tahun 2003 adalah untuk memberdayaka masyarakat, menumbuhkan prakarsa
dan kreativitas, meningkatan peran serta masyarakat, termasuk dalam
meningkatkan sumber dana dalam penyelenggaraan pendidikan.
2.
Reformasi Lembaga Keuangan Hubungan
Pusat Daerah
Perlu dilakukan penataan hubungan keuangan antar Pusat
Daerah menyangkut pengelolaan pendapatan (revenue) dan penggunaannya ( expenditure)
untuk kepentingan pengeluaran rutin maupun pembangunan daerah dalam rangka
memberikan pelayanan public yang berkualitas. Sumber keuangan diambil dari
Pendapatan Asli Daerah, Dana perimbangan, pinjaman dan lain-lain pendapatan
yang sah dengan melakukan pemerataan diharapkan dapat mendukung pelaksanaan
kegiatan pada suatu daerah, terutama pada daerah miskin.Bila dimungkinkan
dilakukan subsidi silang antara daerah yang kaya kepada daerah yang miskin,
agar pemerataan pendidikan untuk mendapatkan kualitas sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
3.
Kemauan Pemerintah Daerah Melakukan
Perubaha
Pada daerah otonom, kualitas pendidikan sangat ditentukan
oleh kebijakan pemerintah daerah. Bila pemerintah daerah memiliki political will
yang baik dan kuat terhadap dunia pendidikan , ada peluang yang cukup luas
bahwa pendidikan di daerahnya akan maju. Sebaiknya, kepada daerah yang tidak
memiliki visi yang baik yang baik di bidang pendidikan dapat dipastikan daerah
itu akan mengalami stagnasi dan kemandekan menuju pemberdayaan masyarakat yang
well educated dan tidak pernah mendapat momentum yang baikuntuk berkembang.
Otonomi pendidikan harus mendapat dukungan DPRD, karena DPRD-lah yang merupakan
penentu kebijakan di tingkat daerah dalam rangka otonomi tersebut.Di bidang
pendidikan, DPRD harus mempunyai peran yang kuat dalam membangun paradigm dan
visi menjadi mitra yang baik. Kepada pemerintahan daerah, kota diberikan
masukan secara sistematis dan membangun daerah.
4.
Membangun Pendidikan Berbasis
Masyarakat
Kondisi Sumber Daya yang dimiliki oleh setiap daerah tidak
merata untuk seluruh Indonesia. Untuk itu, pemerintah daerah dapat melibatkan
tokoh-tokoh masyarakat, ilmuwan, pakar kampus maupun pakar yang dimiliki
Pemerintah daerah kota sebagai untuk turut membangun daerahnya, tidak hanya
sebagai pengamat, pemerhati, pengecam kebijakan daerah. Sebaiknya, lembaga
pendidikan juga harus membuka diri, lebih banyak mendengar opini publik,
kinerjanya dan tentang tanggung jawabnya dalam turut serta memecahkan masalah
yang dihadapi masyarakat.
5.
Pengaturan Kebijakan Pendidikan
antara Pusat dan Daerah
Pemerintah Pusat tidak diperkenankan mencampuri urusan
daerah pendidikan daerah Pemerintah Pusat hanya diperbolehkan memberikan kebijakan-kebijakan
bersifat nasional, seperti aspek mutu dan pemerataan. Pemerintah Pusat
menetapkan standard mutu.Jadi, pemerintah pusat hanya berperan sebagai sebagai
fasilitator dan katalisator bukan regulator. Otonomi pengelolaan pendidikan
berada pada tingkat sekolah, oleh karena itu lembaga pemerintah bukan member
pelayanan dan mendukung proses pendidikan agar berjalan efektif da efisien.
BAB III
KESIMPULAN
Otonomi Daearah adalah penyerahan kekuasaan dari Pemerintah
Pusat kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pemerintahan
sesuai apa yang diamanatkan oleh UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintantahan
Daerah Otonomi.Maka, Pemerintah Pusat harus sungguh-sungguh menyerahkan
kekuasaan yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan
tanggung jawabnya menjadi daeah otonom. Dan Pemerintah Pusat tidak boleh
mencampuri lagi urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota
Desentralisasi pendidikan menempatkan sekolah sebagai garis
depan dalam berperilaku untuk mengelola pendidikan. Desentralisasi juga
memberikan apresiasi terhadap perbedaan kemampuan dan keberanekaragaman kondisi
daerah rakyatnya.Perubahan paradigm sistem pendidikan membutuhkan masa
transisi.Reformasi pendidikan merupakan realitas yang harus dilaksanakan,
sehingga diharapkan para pelaku maupun penyelengara pendidikan harus proaktif,
kritis dan mau berubah. Belajar dari pengalaman sebelumnya yang sentralistik
dan kurang demokrasi membuat bangsa ini menjadi terpuruk. Marilah kita
melihat kepentingan bangsa dalam arti luas dari pada kepentingan pribadi atau
golongan atau kepentingan pemerintah pusat semata dengan menyelenggarakan
otonom pendidikansepenuh hati dan konsisten dalam rangka mengangkat harkat dan
martabat bangsa dan masyarakat yang berbudaya dan berdaya saing tinggi sehingga
bangsa ini duduk sejajar dengan bangsa-bangsa maju di dunia.
DAFTAR PUSTAKA
UU No.20/2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Engkoswara. 2001 PARADIGMA MANAJEMEN PENDIDIKAN MENYONGSONG
OTONOMI DAERAH. Bandung:Yayasan amal keluarga.
PP No. 19/2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan
Permendiknas No. 45/2006 Tentang UN
Tahun Ajaran 2006/2007.
Muhamad Shidiq Al-Jawi.Pendidikan Di Indonesia, Masalah
dan Solusinya. Artikel.www.khilafah1924.org
Widjaja, H.A.W. 2002. Otomoni Daerah dan Daerah Otonom. Jakarta: PT.
Raja Grafindo.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar
Selamat Datang Dan Sukses Selalu Di Blog Ini...